Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Barat
.: Home > Pendidikan

Homepage

Pendidikan


Mengobarkan Gairah Berburu Ilmu

Islam pernah menciptakan masa lampau yang sangat berwibawa di bidang ilmu, filsafat,  sastra, arsitektur, sistim hukum, pemikiran politik, tasawuf, dan bidang lain. Akan tetapi Islam juga pernah mengalami kebangkrutan yang luar biasa dan dapat kita saksikan sisa-sisanya hingga kini. Islam yang mahsyur tiba-tiba surut menjadi umat yang terbelakang karena kehilangan gairah dalam menyelami kedalaman ilmu pengetahuan.

            Sejatinya Allah telah menunjukkan jalan yang menuntun umat Islam ini berada di tempat yang mulia. Keimanan yang terpatri dalam jiwa umat Islam jika dibarengi dengan ilmu maka akan melahirkan kenikmatan dan kedahsyatan yang luar biasa. Alloh berfirman; “Niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Al Mujaadilah 11).  Inilah yang menjadi ruh kejayaan Islam pada zaman keemasan dulu.

            Umat Islam kini menjauhi ruh itu. Lihatlah fenomena memprihatinkan di negeri ini. Meskipun masyarakatnya beragama namun masih banyak orang mudah melakukan tindak kekerasan atas nama apapun. Jamak kita melihat tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, antar kampung dll. Berita kericuhan, bentrok, dan amukan massa menjadi tontonan yang makin terasa lumrah.

            Belum lagi generasi muda yang dihegemoni oleh budaya pop. Mereka tidak sadar sedang dalam kubang kepalsuan. Mengikui tren mengejar eksistensi semu, cepat terkenal dan cepat pula tenggelam. Budaya pop perlahan tapi pasti menggerogoti moralitas dan kualitas anak bangsa. Menurut  Yasraf A.Piliang, Budaya populer cenderung berbentuk pemujaan terhadap budaya permukaan dan tidak mendorong kreatifitas dan inisiatif.

            Budaya “permukaan” tidak peduli “kedalaman”, mementingkan penampilan lahiriah dan melupakan hakikat/ esensi. Hanya mereka yang berilmulah yang sanggup menghindari hegemoni budaya permukaan dan tindakan yang irasional.

            Orang yang sekolah semakin banyak, golongan pelajar dan mahasiswa bertambah, tapi sedikit yang mempunyai gairah mengejar ilmu, minim yang mempunyai tradisi belajar yang kuat.

            Gairah berburu ilmu perlu dikobarkan layaknya antusiasme sahabat yang bernama Ibnu Abbas. Ia adalah sosok muda yang patut menjadi teladan karena gairahnya dalam menuntut ilmu.

            Suatu hari Rasulullah bertanya kepadanya. "Maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna? Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis."

            Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu bagaimana cara Rasulullah shalat. Ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah. Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Pada tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Ibnu Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.

            Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu.”  Demikian doa Rasulullah.
            Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.
            Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan sosok yang menjadi panutannya. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dan mulai melakukan perburuan ilmu.
            Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusianya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.

            Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.

            "Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?" kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka. "Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda," jawabnya.

            Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya. "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"

            "Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir," demikian jawabnya.
            Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Ibnu Abbas menjadi tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.

            Umat Islam sering menjadi sombong dan mapan oleh pendapat “ketika Barat masih mencari kebenaran, Timur sudah mendapatkan kebenaran itu.” Umat Islam merasa paling benar, lantas bermalas-malasan untuk kembali belajar dan membuktikan kebenaran yang ada. Ramadhan dikenal sebagai Syahrul Qur’an, bulan diturunkanya Al-Qur’an. Puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan karena pada bulan itu Alloh menurunkan Al Qur’an. Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk kembali menumbuhkan gairah membaca dan menghayati ayat-ayat Allah. Puasa akan menyucikan jiwa. Ilmu adalah cahaya Illahi. Cahaya Ilahi akan mudah diraih oleh manusia yng suci jiwanya.

            Sungguh Islam menghendaki umatnya agar menuntut ilmu sebanyak-banyaknya, hingga nabi Muhammad SAW pun dituntun Alloh untuk berdoa seperti termaktub dalam surat Thaha 114; “Ya Alloh, tambahkanlah ilmu kepadaku.” --Sucipto, M.Pd (Sekretaris MPI PWM DI.Yogyakarta)--

 

PERAN MUHAMMADIYAH DALAM KEHIDUPAN KEBANGSAAN

NON-POLITIK PRAKTIS

 

Syafiq A. Mughni

 

Flash Back

Keterkaitan Muhammadiyah dengan politik mengalami pasang surut. Ketika berdiri, Muhammadiyah sama sekali tidak terlibat politik sekalipun beberapa tokohnya juga menjadi anggota SI (Sarekat Islam). Kemudian, semakin jelas perannya dalam politik ketika semakin banyak rangkap anggota antara Muhammadiyah dan SI. Ketika muncul konflik kepentingan, Muhammadiyah melarang keanggotaan rangkap. Pada zaman pendudukan Jepang, tokoh-tokoh Muhammadiyah menjadi motor MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia), yang sekalipun bukan partai tetapi menjadi wadah aspirasi politik Islam.

 

Setelah Indonesia mereka, Muhammadiyah terlibat dalam Partai Masyumi bahkan menjadi anggota istimewa. Setelah terjadi kemelut politik di akhir Demokrasi Liberal, Muhammadiyah lepas dari Masyumi dan kembali ke khittahnya. Sikap itu diputuskan dalam bentuk Khittah Palembang 1959. Namun demikian, gairah politik Muhammadiyah muncul kembali ketika ada ide untuk menjadikan Muhammadiyah partai politik di awal Orde Baru. Ide itu tidak berlanjut, tetapi Muhammadiyah kemudian menjadi bangian dari Amal Muslimin yang menjadi embrio Partai Muslimin Indonesia. Khittah Ponorogo 1969 menunjukkan pemihakan terhadap Partai Muslimin Indonesia yang hanya mempunyai hubungan ideologis tetapi tidak organisatoris.

 

Perkembangan politik Orde Baru membuat Partai Muslimin yang baru lahir itu tidak aspiratif, sehingga Muhammadiyah mengambil sikap netral terhadap partai politik. Sikap itu dituangkan dalam Khittah Ujung Pandang 1971. Khittah itu memuat beberapa hal. Pertama, secara tegas Muhammadiyah menentukan posisi dan sikapnya yang benar-benar netral terhadap politik praktis dan partai politik, yakni tidak memiliki hubungan afiliasi apa pun. Kedua, jika Khittah tahun 1969 masih terkandung pemihakan terhadap Partai Muslimin Indonesia, pada Khittah tahun 1971 secara jelas Muhammadiyah menunjukkan kenetralannya dengan meletakkan partai apa pun termasuk Parmusi berada di luar Muhammadiyah, dengan semangat melakukan amar ma‘ruf dan nahi munkar terhadapnya, artinya melakukan fungsi dakwah terhadap kekuatan-kekuatan politik. Ketiga, memberi kebebasan politik kepada warga, baik dengan menggunakan hak politiknya maupun tidak, sebagai sikap yang cukup terbuka dari Muhammadiyah

 

Sikap netral tersebut disempurnakan lagi dalam Khittah Surabaya 1978, yang memuat sikap bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu Partai Politik atau Organisasi apa pun. Lebih dari itu, ditegaskan bahwa  setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

 

Akibat Positif dan Negatif

            Netralitas Muhammadiyah terus berlanjut sampai sekarang, sekalipun dalam 10 tahun terakhir ini, diperjelas bahwa Muhammadiyah harus mengambil peran dalam membangun bangsa demokratis, bemoral dan bermartabat. Kehancuran moral bangsa menuntut peran Muhammadiyah secara lebih aktif.

 

Namun demikian, netalitas sikap Muhammadiyah terhadap partai politik dan disenggagement-nya dalam waktu yang lama dari politik praktif mengakibatkan munculnya dua hal, positif dan negatif.  Yang positif adalah bahwa Muhammadiyah bisa berkonsentrasi di bidang usahanya, speperti pendidikan, kesehatan dan santunan sosial. Jumlah AUM semakin banyak dan berakar di masyarakat. Juga, stigma yang menimpa partai politik bisa dihindari oleh Muhammadiyah. Tetapi, di samping itu, yang negatif adalah bahwa Muhammadiyah mengalami kelangkaan kader politik yang kompeten, gagap menyikapi perkembangan politik, dan tidak sensitif terhadap siyuasi politik.

 

Format Ideal Peran

            Ada beberapa pikiran untuk mengembangkan format peran politik non-praktis. (1). Muhammadiyah harus tetap menjadi kekuatan moral yang senantiasa beramar makruf dan bernahi munkar, berjuang demi tegaknya keadilan bagi seluruh rakyat, (2) Muhammadiyah harus menjadi juru bicara bagi aspirasi politik rakyat, (3) Muhammadiyah harus ikut mengawal proses-proses politik dan kebijakan publik, misalnya APBN dan APBN. Muhammadiyah menjadi aspiran dan watchdog terhadap penyusunan dan pelaksanaan anggaran, serta dampat pembangunan terhadap kualitas hidup rakyat, (4) Muhammadiyah harus melakukan pendidikan untuk mempercepat proses demokrasi dengan segala prasyarat dan konsekuensinya, (5) Muhammadiyah dalam dakwahnya harus mendorong kemajuan untuk terwujudnya peradaban utama, (6) Muhammadiyah harus menjadi referens bagi kemajuan bangsa, dengan menjadikan dirinya sebagai organisasi yang menjunjung tinggi moralitas, demokrasi, keadilan, transparansi dan egalitarianisme, (7) Muhammadiyah harus menjadi zona damai. Artinya, siapapun kader Muhammadiyah yang terlibat konflik politik di partai, ia harus menanggalkan konflik itu dan berinteraksi dengan semangat ukhuwwah, dan (8) Muhammadiyah harus menjadi zona suci. Artinya, setiap kader Muhammadiyah yang mungkin terbiasa korup (semoga tidak ada) di luar, tidak akan membawa kebiasaan buruk itu ke dalam Muhammadiyah. Alih-alih seperti itu, setiap kader Muhammadiyah harus menunjukkan dirinya sebagai kader yang bermoral luhur dan berperadaban tinggi.

 

            Untuk mengembangkan format itu, maka peran Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik sangat penting. Ia harus menjadi the leading institution dalam Muhammadiyah. Karena itu, lembaga tersebut harus berfungsi dengan baik.


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website